Pada suatu sore, anak itu sedang bermain di sekitar halaman istana.
Karena asyik bermain, ia lupa hari sudah mulai gelap. Raja yang baik itu mengingatkannya dan menyuruhnya pulang.
“Orang tuamu pasti gelisah menantimu,” kata raja.
“Baik, Tuanku,” sahutnya, “karena hamba harus cepat-cepat pulang, nyamuk ini hamba titipkan di istana.”
“Ikatkan saja di tiang dekat tangga,” sahut raja.
“Baik, Tuanku,” sahutnya, “karena hamba harus cepat-cepat pulang, nyamuk ini hamba titipkan di istana.”
“Ikatkan saja di tiang dekat tangga,” sahut raja.
Keesokan harinya, anak itu datang ke istana. Ia amat terkejut melihat
nyamuknya sedang dipatuk dan ditelan seekor ayam jantan. Sedih hatinya
karena nyamuk yang amat disayanginya hilang. Ia mengadukan peristiwa itu
kepada raja karena ayam jantan itu milik raja.
“Ambillah ayam jantan itu sebagai ganti,” kata raja.
Anak itu mengucapkan terima kasih
kepada raja. Kaki ayam jantan itu pun diikat dengan tali dan dibawa ke
mana saja. Sore itu ia kembali bermain-main di sekitar istana. Ayam
jantannya dilepas begitu saja sehingga bebas berkeliaran ke sana kemari.
Ayam jantan itu melihat perempuan-perempuan pembantu raja sedang
menumbuk padi di belakang istana, berlarilah dia ke sana. Dia mematuk
padi yang berhamburan di atas tikar di samping lesung, bahkan
berkali-kali dia berusaha menyerobot padi yang ada di lubang lesung.
Para pembantu raja mengusir ayam jantan itu agar tidak mengganggu
pekerjaan mereka. Akan tetapi, tak lama kemudian ayam itu datang lagi
dan dengan rakusnya berusaha mematuk padi dalam lesung.
Mereka menghalau ayam itu dengan alu yang mereka pegang. Seorang di
antara mereka bukan hanya menghalau, tetapi memukulkan alu dan mengenai
kepala ayam itu. Ayam itu menggelepargelepar kesakitan. Darah segar
mengalir dari kepala. Tidak lama kemudian, matilah ayam itu.
No comments:
Post a Comment